Alternatif sumber pendanaan ada banyak jenisnya dan setiap organisasi tentu memiliki cara memilihnya sendiri. Meski dihadapkan dengan kebebasan tersebut, kita juga tidak bisa menutup mata dari alternatif yang jelas membantu kebutuhan finansial kita. Sayangnya, terkadang alternatif tersebut mendorong kita untuk berkompromi dengan beberapa hal, tak terkecuali nilai.
Oleh sebab itu, dalam artikel ini Pak Adnan, Koordinator Indonesia Corruption Watch, membagikan pengalaman organisasi watchdog ini dalam menyeimbangkan nilai, sumber daya organisasi, dan sumber pendanaan.
Lika Liku Public Fundraising
Sebagai organisasi yang sudah bergerak selama 23 tahun, ICW mengawali gerakan mereka dengan beragam dana hibah. Pada awal berkegiatan, ICW mayoritas bertumpu pada pemanfaatan sumber dana yang didapatkan dari dana hibah maupun donor Internasional. Tetapi, ICW menyadari bahwa bergantung kepada donor seratus persen, membuat organisasi tidak dapat memperlebar gerak dan inovasi. Oleh karena itu, di tahun 2005 ICW mulai menjajaki dunia public fundraising.
Berkaca dari Dompet Dhuafa dan Greenpeace dengan massa yang besar, ICW mencoba pendekatan canvassing selama kurang lebih tujuh tahun. Canvassing sendiri merupakan kontak langsung antara anggota organisasi dengan individu untuk mencapai tujuan organisasi, seperti: mencari dukungan, meningkatkan kesadaran, atau dalam pengalaman ICW fundraising. Canvassing dapat dilakukan lewat berbagai cara, antara lain: door-to-door, menelpon, hingga membuka booth. Sayangnya, keterbatasan sumber daya manusia dan hasil yang tidak sebanding dengan upaya membuat mereka terpaksa meninggalkan hal ini.
ICW kemudian menggeser sasaran mereka ke orang-orang yang dekat dan sadar akan isu korupsi. Mereka mengumpulkan supporter dari jejaring yang telah mereka bangun. Dari audiens yang targeted dan paham isu korupsi, ICW mengembangkan sumber pendanaan. Tentunya, proses ini disertai dengan tata kelola berupa pelaporan pengelolaan dana secara transparan yang rutin dikirim kepada donatur serta gathering dengan donatur.
Tips: memperhitungkan komponen-komponen struktural seperti: sumberdaya dan jejaring dalam menentukan bentuk fundraising
Fundraising 2.0: dari Offline ke Online
Awalnya mereka mengotak orang-orang yang mereka yakin mampu tertarik dengan organisasi ini. Selanjutnya, dari jejaring tersebut mereka meminta rekomendasi orang-orang lain yang yakin dengan gerakan mereka.
Meski susah, ICW menyadari potensi dari public fundraising sebagai satu kanal pendanaan utama. Melihat hal ini, akhirnya mereka membangun website fundraising berbasis proyek yang bertajuk Sahabat ICW. Dalam website tersebut pemberi dana dapat menelusuri penggunaan uang mereka berdasarkan proyek yang mereka pilih. Beberapa proyek yang ditawarkan yaitu proyek sekolah antikorupsi (SAKTI) & Kelas Integritas.
Investasi dan Pendirian Badan Usaha
Hasil audit ICW menunjukkan adanya idle fund dari hasil penggalangan dana dan grants. Pak Adnan menjelaskan bahwa dalam diskusi mereka bersama dengan beberapa pihak, mereka menemukan bahwa investasi yang dilakukan sebaiknya no risk dan bebas dari konflik kepentingan, sehingga ketika tidak ada imbal hasil, dana pokok tetap kembali ke ICW. Keputusan mereka jatuh kepada obligasi negara dan investasi beberapa koperasi besar.
Selain itu, ICW sempat melakukan inovasi untuk mendapatkan sumber pendapatan melalui pelaksanaan kelas pelatihan seputar isu tata kelola pemerintahan dan akuntabilitas. Namun, muncul isu konflik kepentingan dengan peran watchdog ICW yang menempatkan nilai transparansi sebagai nilai utama. Oleh sebab itu, selanjutnya didirikan suatu badan usaha terpisah untuk mengelola kebutuhan pelatihan, riset, dan media, yakni Visi Integritas. Mengambil bentuk Perseroan Terbatas, hasil deviden yang mereka peroleh selanjutnya digunakan untuk mendukung operasional organisasi.
Tips: hasil audit finansial dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menemukan potensi-potensi alternatif pendanaan di luar fundraising
Tetap Bekerja Sama Dengan Donor
Pak Adnan mengakui tren dan eksistensi donor tidak akan bisa lepas dari skema pendanaan ICW. Untuk itu, ICW melihat donor sebagai mitra pendukung dalam meningkatkan isu anti korupsi. “Sumber pendanaan tradisional tidak akan hilang, tapi bisa dikombinasikan dengan sumber pendanaan alternatif,” sebut Pak Adnan. Hal ini terlihat dari program SAKTI yang dapat terus berjalan tanpa donor karena dukungan dana yang terkumpul dari fundraising.
“Sumber pendanaan tradisional tidak akan hilang, tapi bisa dikombinasikan dengan sumber pendanaan alternatif.”
Meskipun saat ini ICW sudah menjadi organisasi yang terkemuka dalam isu antikorupsi, namun keinginan mereka untuk terus menjajal berbagai bentuk sumber pendanaan menjadi hal yang baik untuk mendukung keberlanjutan organisasi tersebut. Di sisi lain, legitimasi dan peningkatan kepercayaan publik juga menjadi pendorong ICW untuk terus bergerak menjadi semakin independen.
Catatan:
Pak Adnan Topan Husodo merupakan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW). Terima kasih kepada Pak Adnan untuk kesediaannya dalam berbagi bersama Re.Search dalam artikel berikut.